Arsip Blog

Pengikut

Tampilkan postingan dengan label Edukasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Edukasi. Tampilkan semua postingan

Sebab dan Akibat Masalah Keluarga

Anggota keluarga yang datang untuk konseling biasanya memerlukan bantuan karena krisis yang tidak dapat mereka tangani sendiri. Krisis tersebut dapat dilihat dari persamaan berikut ini:
abc=x
a = peristiwa atau situasi yang membuat stres
b = sumber-sumber kekuatan dalam keluarga
c = cara anggota keluarga memandang situasi yang terjadi
Secara bersama-sama, ketiga poin tersebut menentukan keseriusan krisis yang mereka alami, yaitu x.
Dari gambaran di atas, konseling keluarga akan mencakup:
  1. membantu anggota keluarga mengurangi stres/tekanan,
  2. memberikan cara bagaimana menangani krisis dengan lebih baik,
  3. menolong melihat situasi dari sudut pandang yang baru atau berbeda.
Pendekatan kepada setiap keluarga harus dilakukan secara berbeda- beda karena setiap tekanan yang dialami setiap keluarga adalah unik. Setiap keluarga juga mempunyai kemampuannya sendiri-sendiri dalam mempelajari ketrampilan baru untuk mengatasinya, karena masing- masing anggota keluarga mempunyai tingkat kematangan spiritual dan emosi yang berbeda.
Karena keunikan ini, maka tidak mudah merangkum penyebab-penyebab dari masalah keluarga dalam beberapa kalimat saja. Namun bagi kebanyakan keluarga, beberapa faktor di bawah ini adalah penyebab masalah keluarga yang seringkali timbul:
1. Kurangnya kemampuan berinteraksi antar pribadi dalam menanggulangi masalah.
Dalam usahanya untuk menghadapi masa transisi dan krisis, banyak keluarga mengalami kesulitan menangani karena kurangnya pengetahuan, kemampuan, dan fleksibilitas untuk berubah. Menurut seorang konselor yang berpengalaman, keluarga yang mengalami kesulitan beradaptasi seringkali berkutat pada halangan-halangan yang ada dalam keluarga -- yaitu sikap dan tingkah laku yang manghambat fleksibilitas dan menghalangi penyesuaian kembali dengan situasi yang baru. Jenis halangan-halangan tersebut dapat muncul dengan tipe yang berbeda- beda:

  • Halangan dalam komunikasi timbul jika masing-masing anggota keluarga tidak tahu bagaimana mereka harus membagikan perasaan mereka dengan anggota keluarga lainnya atau bagaimana mengungkapkan perasaan mereka dengan jelas. Beberapa keluarga mempunyai topik-topik pembicaraan yang dianggap tabu. Mereka tak pernah membicarakan tentang uang, seks, hal-hal rohani, atau perasaan mereka. Sementara itu keluarga yang lain tak pernah tertawa selama mereka di rumah, jarang berbicara tentang apa yang mereka pikirkan, tidak dapat mendengarkan orang lain, atau tidak dapat berkomunikasi tanpa berteriak atau tanpa menggunakan sarkasme dan bentuk-bentuk komunikasi lain yang merusak. Ada juga keluarga yang menyampaikan pesan ganda, kata-kata mereka mengungkapkan satu hal tetapi tindakan mereka berkata lain. Hal yang sulit bagi sebuah keluarga untuk menghadapi krisis adalah jika masing-masing dari anggota keluarga tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
  • Halangan dalam hal keakraban/kedekatan merupakan ciri dari keluarga yang mempunyai hubungan yang tidak erat satu sama lain. Kadang-kadang anggota keluarga merasa takut untuk bersikap akrab. Mereka jarang meluangkan waktu untuk bersama-sama, tidak saling percaya atau tidak menghormati anggota keluarga yang lain, jarang berbagi masalah, dan punya kesulitan dalam menangani krisis karena mereka tidak pernah belajar untuk bekerjasama dengan akrab.
  • Halangan dalam hal aturan keluarga yang tidak tertulis, bahkan seringkali tidak dikatakan, namun biasanya merupakan hukum-hukum yang diterima tentang siapa tidak boleh melakukan apa. Hampir semua keluarga tidak mempunyai aturan yang baku sehingga hal ini seringkali membingungkan terutama bagi anak-anak. Ada juga keluarga yang mempunyai aturan yang kaku sehingga menghambat pertumbuhan individu-individu dalam keluarga. Keluarga yang religius, keluarga yang ingin maju secara sosial, keluarga yang mempunyai paling sedikit satu anggota tetap, keluarga militer, dan beberapa keluarga minoritas lainnya diidentifikasikan sebagai keluarga yang seringkali mempunyai aturan kuat yang dapat mencegah fleksibilitas, mengabaikan sumber-sumber pertolongan dari luar, dan menghambat kemampuan untuk mengatasi masalah pada saat-saat tekanan terjadi dalam keluarga.
  • Halangan sehubungan dengan sejarah keluarga, termasuk rahasia keluarga yang tidak boleh diungkapkan oleh anggota keluarga atau berita-berita yang "tidak didiskusikan oleh keluarga." Kadang- kadang anggota keluarga menyembunyikan rahasia-rahasianya dari anggota keluarga lainnya -- misalnya kehamilan yang tidak sah, anak cacat yang diaborsi, pernikahan dini dan perceraian, atau hutang yang tidak dibicarakan. Sikap seperti ini akan membuat beberapa anggota keluarga bersikap berjaga-jaga, sementara yang lainnya merasa curiga akan adanya sesuatu yang tidak mereka ketahui. Kadang-kadang rahasia tersebut diketahui oleh seluruh anggota keluarga tetapi mereka merahasiakannya terutama untuk menjaga kehormatan keluarga. Semuanya ini akan menghalangi kejujuran untuk mengatasi krisis dimana faktor kejujuran sangat penting.
  • Halangan mengenai tujuan yang berhubungan dengan masalah ekonomi, akademis, sosial, politik, atau tujuan-tujuan lainnya yang ditetapkan oleh beberapa anggota keluarga bagi mereka sendiri atau bagi anggota keluarga yang lain. Ada seorang pendeta yang mengharuskan ketiga anak laki-lakinya masuk dalam pelayanan. Ketika seorang dari mereka memberontak secara terang-terangan atas keinginan ayahnya ini, dan yang satunya menolak tapi dengan sikap pasif, maka sang pendeta menanggapinya dengan penuh kemarahan. Mempunyai cita-cita dan ambisi keluarga merupakan hal yang sehat, tetapi jika tujuan dan ambisi tersebut dipertahankan secara kaku atau ketika seorang anggota keluarga menetapkan cita-cita bagi anggota yang lain, hal ini justru akan menimbulkan kesulitan terutama ketika hasil yang dicapai tidak seperti yang diharapkan. Hidup jarang sekali berjalan dengan mulus dan keluarga yang tidak mampu menyesuaikan cita-cita yang dimiliki seringkali terlibat dalam masalah-masalah keluarga.
  • Halangan mengenai nilai-nilai yaitu cara berpikir yang sebelumnya diterima keluarga tetapi kemudian ditolak oleh salah satu/banyak anggota keluarga lainnya. "Semua keluarga kita masuk ke perguruan tinggi", "Perempuan dalam keluarga kita tidak boleh bekerja di luar rumah", "Tidak boleh ada anggota keluarga kita yang minum minuman keras", "Semua orang dalam keluarga kita adalah Presbiterian", merupakan contoh nilai-nilai yang dipegang teguh namun seringkali ditentang oleh beberapa anggota keluarga, terutama anggota keluarga yang lebih muda. Ketika keluarga tidak mau atau mampu beradaptasi dengan perubahan, konflik seringkali timbul.
Dari daftar halangan di atas, mungkin bisa ditambahkan halangan- halangan yang berhubungan dengan orang ketiga ((triangulation) dan pelimpahan kesalahan (detouring). Dua istilah teknis tersebut menggambarkan tingkah laku yang seringkali nampak dalam keluarga. Triangle atau segitiga adalah kelompok tiga orang dimana dua anggotanya mengucilkan anggota yang ketiga. Ibu dan anak perempuannya misalnya, membentuk suatu koalisi melawan sang ayah. Salah satu dari pasangan suami-istri merangkul salah satu dari anaknya untuk melawan pasangannya. Kadang-kadang seorang suami dapat bersekutu dengan wanita simpanannya untuk melawan istrinya. Keluarga triangulasi seperti ini jarang sekali berfungsi dengan baik.
Pelimpahan kesalahan (detouring) adalah istilah lain dari mencari 'kambing hitam'. Dengan mengkritik anak laki-lakinya yang memberontak, anak perempuannya yang menolak untuk makan, atau guru sekolah yang tidak kompeten, dapat membuat kedua orangtua terus sibuk beradu argumen satu sama lain. Masalah yang lebih mendasar, seperti konflik perkawinan, dikesampingkan atau diabaikan sehingga dua pasangan tersebut berjuang bersama melawan musuh mereka. Masalah "detouring" ini kelihatannya menjadi masalah yang sering muncul dalam keluarga-keluarga di gereja. Memerangi dosa, atau terlibat dalam politik gereja, untuk sementara waktu dapat membuat anggota keluarga melupakan rasa sakitnya sehubungan dengan masalah serius yang sedang dihadapi keluarga mereka.
2. Kurangnya komitmen terhadap keluarga.
Menjadi sangat sulit untuk membangun kebersamaan keluarga dan menangani masalah jika satu atau lebih dari anggota keluarga tidak mempunyai keinginan atau waktu untuk terlibat. Orang-orang dimotivasi oleh karir bekerja dalam perusahaan yang mengharapkan pekerjanya memberikan 100% komitmen. Pekerjaan yang dilakukan menuntut kesediaan mereka bekerja keras dan dalam waktu yang panjang bagi "keluarga" perusahaan. Para pekerja ini seringkali kehabisan energi untuk membangun hubungan dalam keluarga mereka sendiri atau untuk menangani masalah-masalah yang berubah dari waktu ke waktu.
Konselor yang menangani masalah keluarga kadang-kadang berjuang dengan masalah etika saat ia harus memaksa anggota keluarga yang enggan berpartisipasi untuk memecahkan masalah keluarga. Sering anggota keluarga yang sibuk tersebut dapat dibujuk untuk datang paling tidak untuk satu pertemuan, dan waktu-waktu tersebut merupakan sarana untuk membujuknya memberikan komitmen lebih besar terhadap isu-isu dalam keluarga. Namun, sering juga konselor keluarga harus bekerjasama dengan anggota keluarga yang bersedia saja, karena menyadari bahwa menangani anggota keluarga yang terlalu sibuk dan tidak memiliki motivasi untuk terlibat akan lebih sulit.
3. Peran yang kurang jelas dari anggota keluarga.
Setiap keluarga menetapkan peran masing-masing anggotanya. Beberapa peran ini termasuk aktivitas; misalnya siapa yang akan membuang sampah keluar rumah, siapa yang mencatat keuangan, siapa yang memasak, atau siapa yang membawa anak-anak ke dokter gigi. Peran lain bersifat emosional; seperti beberapa anggota menjadi pemberi semangat, menjadi penghibur, pemecah masalah, atau penasihat masalah etika. Biasanya peran-peran dimulai perlahan-lahan di awal perkawinan tetapi kadang-kadang timbul konflik tentang siapa yang akan melakukan apa. Konflik ini akan meruncing jika masing-masing anggota memegang perannya secara kaku atau kalau ada kebingungan peran.
Ahli psikologi, Paul Vitz, akhir-akhir ini mengadakan penelitian ulang terhadap buku-buku pegangan yang digunakan di sekolah dasar. Pada hampir lima belas ribu halaman dari buku-buku yang ditelitinya tersebut tak satupun yang menyinggung tentang hal keagamaan dan gambaran tentang keluarga diberikan secara samar-samar. Salah satu dari buku pegangan itu mendefinisikan keluarga sebagai "sekelompok orang" dan di dalam buku-buku itu istilah "suami" atau "istri" tak pernah digunakan, istilah "perkawinan" hanya disinggung satu kali saja, istilah "ibu rumah tangga" tidak ditemukan, dan tidak disinggung satupun peran traditional gender (jenis kelamin) dalam keluarga secara jelas.
Keluarga memang sedang mengalami perubahan. Model keluarga lama dimana perempuan menikah sekali untuk selamanya kepada seorang pria, kemudian bekerja sama dengan pasangannya membesarkan dua atau tiga anak-anaknya, merupakan gambaran keluarga yang semakin jarang dilihat dalam kebudayaan kita sekarang ini. Lebih sering kita melihat keluarga dengan orangtua tunggal; ketidakstabilan perkawinan yang menjurus pada perceraian, pernikahan lagi (remarriage) dan pembentukan keluarga tiri; hubungan orangtua - anak yang terbalik dimana yang masih muda mengadopsi tingkah laku sebagai orangtua (memelihara, mendukung, atau merawat) dan orangtua berusaha menyenangkan anak-anaknya atau mencari persetujuan dari anaknya; koalisi orangtua - anak dimana masing-masing pasangan bersekutu dengan satu atau dua anak-anaknya untuk melawan pasangannya. atau hubungan orangtua - anak yang terlalu ikut campur sehingga orangtua terperangkap dalam aktivitas-aktivitas anak, urusan sekolah, dan gaya hidup anak. Jadi bukanlah hal yang mengherankan bila ada beberapa anggota keluarga, termasuk anak-anak, yang merasa bingung dengan peran yang harus dijalankannya dan tidak mampu berbuat apa-apa ketika krisis menciptakan tekanan, dan tak seorang pun tahu siapa yang seharusnya melakukan apa.
4. Kurangnya kestabilan lingkungan.
Masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga kerap kali berasal dari luar rumah. Kita telah membahas tentang berbagai krisis, perubahan pandangan sosial tentang keluarga, dan tekanan pekerjaan yang membuat kekacauan di beberapa keluarga. Televisi telah merubah pola komunikasi dalam rumah tangga, karena menggantikan rasa kebersamaan, dan menyajikan banyak program yang memberikan gambaran negatif tentang keluarga. Selain itu ditambah dengan maraknya gerakan- gerakan, penggabungan perusahaan, kehilangan pekerjaan yang tidak diharapkan atau trend ekonomi yang membuat beberapa anggota keluarga terpaksa berada jauh dari keluarga mereka untuk bekerja. Hal lain yang menambah ketidakstabilan jika kedapatan adanya penyakit AIDS di anggota keluarga, keputusan dari satu anggota keluarga (seringkali adalah si ayah) untuk lari dan meninggalkan rumah, munculnya kekerasan dalam rumah tangga, penggunaan obat-obatan atau alkohol, atau adanya campur tangan keluarga mertua dan orang-orang lain yang dapat mengganggu kestabilan keluarga. 

source : keluargabesar.net

Membaca Alquran Akan Masuk Kurikulum sekolah

Bengkulu (ANTARA News) - Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu akan memasukkan pelajaran membaca Alquran dengan metode Iqra` sebagai kurikulum muatan lokal sekolah dasar di daerah itu.

"Kami akan memasukkan pelajaran membaca Alquran dengan metode Iqra` dalam kurikulum muatan lokal di Sekolah Dasar yang dimulai pada tahun ajaran 2012/2013 agar murid dapat lancar membaca Alquran sejak usia dini," kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu Yasarlin Sabtu.

Ia mengatakan, program Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu tersebut merupakan saran dari Pelaksana Tugas Gubernur Junaidi Hamsyah untuk meningkatkan kemahiran murid Sekolah Dasar dan sederajat dalam membaca Alquran.

"Program ini dilatarbelakangi atas keprihatinan masih banyak anak usia sekolah bahkan mahasiswa yang tidak bisa membaca Alquran dengan lancar, padahal Alquran bagi umat Islam wajib dibaca," katanya.

Angka buta baca Alquran di kalangan murid Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas sederajat di Provinsi Bengkulu saat ini mencapai 70 hingga 80 persen.

Adapun jumlah murid Sekolah Dasar saat ini sebanyak 255.240 orang, siswa Sekolah Menengah Pertama sebanyak 80.190 orang dan siswa Sekolah Menengah Atas sederajat sebanyak 64.549 orang.

Program tersebut saat ini masih dirancang oleh Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu yang akan bekerjasam dengan Kantor Wilayah Kemeterian Agama Provinsi Bengkulu untuk dapat diterapkan pada tahun depan.

Ia menambahkan, tujuan lain dimasukkannya membaca Alquran dalam kurikulum Sekolah Dasar dan sederajad yakni untuk pembinaan iman dan taqwa para murid sejak dini.

Mata pelajaran tersebut nantinya akan dimasukkan dalam nilai raport siswa sebagai syarat kenaikan kelas mereka.

Rencananya, pelajaran membaca Alquran dengan metode Iqra` buku jilid satu dan dua diberikan pada murid kelas satu Sekolah Dasar sederajat, buku jilid tiga dan empat untuk murid kelas dua serta buku jilid lima dan enam untuk murid kelas tiga.

"Sebelum program tersebut direalisasikan, kami akan mengadakan seminar dengan para guru-guru Sekolah Dasar dan sederajat di seluruh Provinsi Bengkulu," katanya. (*)
(ANT-213/M027) 


source : antaranews.com

Kemendiknas Izinkan Guru Ajar 2 Mapel Berbeda

JAKARTA � Permasalahan kekurangan guru di Indonesia membuat Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) pusing. Terakhir, pemerintah membuat kebijakan guru bisa mengajar di beda jenjang dan beda mata pelajaran (mapel) sekaligus. Padahal, sebelumnya guru dilarang mengajar 2 mapel berbeda.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Peningkatan Mutu Pendidikan (BPSDMP dan PMP) Syawal Gultom mengatakan, harus ada penataan guru secara efektif. Karenanya, diambil keputusan mengizinkan pahlawan tanpa tanda jasa tersebut untuk mengajar di beda jenjang dan mapel. "Misalkan guru studi matematika dapat diberdayakan di fisika atau kimia. Atau guru bahasa Indonesia ke bahasa Inggris," ungkap Syawal di Jakarta.



Mantan rektor Unimed ini menjelaskan, kebijakan baru tersebut diambil karena pencetakan guru yang tersendat. Harus ada terobosan dengan double job tersebut. "Kalau sekarang sudah jadi guru matematika, maka guru tersebut bisa kuliah lagi dengan 20 Sistem Kredit Semester (SKS) untuk belajar fisika," tegasnya.

Pada prinsipnya, terang Syawal, komposisi jumlah guru dibandingkan dengan jumlah siswa di Indonesia itu sudah tergolong lebih dari cukup, yakni 1 guru:18 siswa. Di negara lain pun paling 1:20 atau 1:24, jadi di Indonesia itu sudah sangat mewah sekali.

"Dengan jumlah guru yang berlimpah tersebut, jika tidak diatur distribusinya, maka kemungkinan seorang guru dapat memenuhi target jam mengajar sesuai dengan Permendiknas No 39/2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan, yakni 24 jam dalam seminggu akan sulit tercapai," katanya.

Baginya, dengan pola yang ada sekarang paling hanya 60 persen saja yang dapat mencapai target 24 jam mengajar dalam seminggu dan hanya 60 persen dari 2,7 juta guru saja yang akan mendapatkan tunjangan profesi. Pemerintah memang merencanakan redistribusi guru ini yang akan didukung dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri. Antara lain, Mendiknas, Mendag, Mendagri, MenPAN/RB dan Menkeu. "Namun dalam proses koordinasinya, Kemendiknas akan bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan MenPAN/RB,� imbuhnya. (cdl)

source : jpnn.com

Sertifikasi, Syarat Jam Mengajar Guru Disahkan oleh Pengawas

Solo, CyberNews. Syarat guru di Kota Solo untuk mengajukan sertifikasi semakin diperketat. Salah satu syarat baru yang dibuat, yakni masing-masing guru memenuhi 24 jam mengajar per pekan yang diketahui oleh kepala sekolah dan disahkan oleh pengawas.

"Kepala sekolah membuat surat keterangan yang isinya membenarkan guru mengajar 24 jam per pekan sesuai dengan sertifikat pendidik. Mulai tahun ini, surat disahkan oleh pengawas," kata Kabid Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) Dikpora Surakarta, Sulardi, Selasa (6/9).

Ia menjelaskan, aturan baru ini bertujuan agar data yang diberikan oleh sekolah mengenai jam mengajar benar-benar valid. Mengapa disahkan oleh pengawas?, lantaran pengawas memiliki tugas untuk membina dan mengawasi beberapa sekolah yang dibawahinya.

Aturan itu juga sudah sesuai dengan ketentuan Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 tentang pemenuhan beban kerja guru dan pengawas satuan pendidikan. Serta sesuai dengan Permendiknas Nomor 11 Tahun 2011 tentang sertifikasi guru.

Persyaratan ini, lanjutnya, digunakan bagi semua guru yang belum sertifikasi dan akan mengajukannya. Digunakan untuk persyaratan pencairan tunjangan sertifikasi bagi guru yang telah lolos, serta digunakan untuk persyaratan mendapatkan tunjangan fungsional dari APBN.

Untuk proses sertifikasi tahun 2012, saat ini dinas telah membagikan surat edaran yang isinya sekolah diminta untuk mengajukan guru yang belum tersertifikasi dan telah memenuhi syarat. Sesuai dengan edaran, nama-nama guru sudah masuk ke dinas maksimal pada 15 September.

"Saat ini dilakukan perbaikan dan validasi data guru pada NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan) online," katanya.

Saat ini, jumlah guru di Kota Solo di semua jenjang pendidikan sekitar 12.600 orang. Sebanyak 6.100 berstatus PNS dan sisanya non PNS. Dari total guru tersebut, baru sekitar 59 persen yang telah tersertifikasi.

source : suaramerdeka.com

Mendiknas : Terjadi Gejala Kegersangan Sosial

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengungkapkan bahwa saat ini ada gejala terjadinya kegersangan sosial karena ketidakseimbangan antara pengembangan kecerdasan akal dengan kecerdasan hati.

"Kalau kita cermati, betapa banyak ungkapan-ungkapan yang kasar dalam ranah publik kita yang tidak jarang disampaikan oleh orang yang terhormat dalam status sosialnya. Ini salah satu tanda terjadinya kegersangan sosial," kata M Nuh ketika menjadi khatib shalat Idul Fitri 1432 Hijriah di Masjid Sunda Kelapa Jakarta, Rabu.

Menurut dia, ranah hati harus mendapat perhatian khusus agar terjadi keseimbangan antara pengembangan kecerdasan akal dan kecerdasan hati.

"Kalau tidak akan menghasilkan kegersangan sosial seperti berkurangnya kesantunan, keharmonisan (kehangatan interaksi sosial), sensitivitas sosial, dan berkembangnya aksi kekerasan (termasuk kekerasan dalam berungkap)," katanya.

Ia menyebutkan, pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun manusia dan membangun tatanan bermasyarakat.

"Pendidikan yang menyentuh seluruh ranah potensi manusia, terutama untuk saat ini, ranah hati harus mendapatkan perhatian khusus," tegasnya.

Menurut dia, di antara sekian banyak ranah pedagogik yang harus diberikan perhatian khusus adalah ranah hati karena dari hatilah pada akhirnya apa yang dilakukan akan memiliki nilai khusus di hadapan Tuhan.

"Hati berada pada posisi yang menentukan, jika ia baik maka seluruhnya akan baik, tetapi jika sebaliknya maka rusaklah seluruh amal," katanya.

Bahkan yang menghantarkan seseorang masuk surga atau neraka. lanjutnya, bukan karena sehat atau sakitnya organ-organ fisik, melainkan sehat atau sakitnya hati. "Di sinilah letak tentang pentingnya pencerdasan hati sebagai bagian utuh dar proses pendidikan," katanya.

Menurut dia, ibadah ramadhan mulai dari puasa hingga ibadah ikutannya pada dasarnya lebih menekankan pada pencerdasan hati.

source : antaranews.com

9 Tameng Mengamankan Anak dari Konten Negatif Internet

Jakarta - Internet semakin akrab dengan dunia anak. Namun awas, banyak konten tak layak yang beredar. Mulai dari pornografi, perjudian, kekerasan, obat-obat terlarang, dan lainnya.

Berikut 9 kiat yang bisa digunakan sebagai tameng untuk mengamankan anak-anak dari konten negatif di internet, menurut perusahaan keamanan Eset, Kamis (25/8/2011).

1. Buatlah akun dan username tersendiri untuk anak: Anak-anak harus punya akun sendiri di PC, dan memiliki username sendiri. Inilah satu-satunya cara yang efisien untuk mengawasi aktifitas apa saja yang dilakukannya di internet dan orangtua lah yang menjadi sistem administratornya.

2. Update: Software antivirus dan parental control harus tetap update.

3. Awasi situs-situs yang dikunjungi anak lewat browsing record: Jika ditemukan record yang terhapus, bisa menjadi pertanda awal jika ada yang dirahasiakan. Diskusikanlah dengan anak Anda tentang hal itu.

4. Awasi webcam pada komputer: Pastikan kamera webcam tidak terkoneksi dengan internet jika kamera tidak sedang digunakan.

5. Periksalah konfigurasi akun jejaring sosial anak: Wall Facebook adalah tempat untuk berbagi di ranah publik, sama sekali tidak ada batasan, sehingga potensial memunculkan risiko bagi keamanan anak-anak.

6. Jangan mengirimkan informasi rahasia lewat internet: Informasi yang bersifat rahasia dan pribadi tidak pernah dimintakan lewat e-mail atau chat. Demikian pula Bank, tidak pernah meminta data rekening dan nomor PIN. Hal ini sangat penting dan oleh sebab itu perlu ditanamkan kepada anak-anak.

7. Jangan membalas pesan-pesan yang bernada melecehkan: Pada situasi dimana anak mendapatkan pesan yang bernada melecehkan di internet, sampaikan kepadanya untuk tidak perlu membalas.

Karena umumnya respon reaktif seperti itulah yang diinginkan oleh pengirim. Jika kiriman pesan tersebut berulang kembali, laporkan pada pihak berwajib. Hal tersebut harus dipahami oleh orangtua.

8. Tidak semua yang ada di internet itu benar: Anak-anak harus diberitahu bahwa tidak seluruhnya dari informasi yang ada di internet berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Belakangan ini, mudah sekali mendapatkan segala hal dari internet. Itu sebabnya disarankan kepada user untuk ekstra hati-hati ketika memperoleh informasi dari internet.

9. Bukalah jalur komunikasi: Berkomunikasi secara terbuka dengan anak sangat penting untuk membahas tentang keamanan mereka. Sekaligus merupakan cara terbaik untuk mendorong anak-anak agar bersedia berbagi tentang apa yang ditakutkan, apa yang menarik bagi mereka daripada serangkaian peraturan yang menekan, dan hukuman.

"Kemudahan mendapatkan informasi di internet harus selalu diikuti dengan keamanan, terlebih untuk anak-anak karena internet menyediakan seluruh informasi yang baik dan buruk," kata Yudhi Kukuh dari PT Prosperita – Eset Indonesia.

"Menggunakan program pengamanan pada perangkat komputer yang digunakan untuk berinternet akan sangat membantu, namun yang terpenting adalah pendekatan orangtua ke anak," pungkasnya, kepada detikINET, Kamis (25/8/2011).

source : detikINET.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Copyright © BAGANAL - All Rights Reserved
Template Craeted by : Agoengsang
Proudly Powered by Blogger